BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setelah melalui proses perkuliahan serta memperoleh
berbagai macam ilmu, maka perlu dilakukan review mengenai ilmu tersebut,untuk membekali para mahasiswa
sebelum merealisasikannya secara nyata ke dalam lingkungan masyarakat. Hal ini
bertujuan agar ilmu yang telah didapat dapat benar-benar teraplikasi.Untuk
mencapai tujuan tersebut,maka dilakukan sebuah penuangan dalam kegiatan yang
disebut presentasi.
Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan‐peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya
elastis tidak mudah pecah bila terjadi jatuh dari suatu tempat. Dengan semakin
meningkatnya kebutuhan tersebut secara langsung kebutuhan karet juga meningkat
dengan sendirinya sesuai kebutuhan manusia.
Karet adalah
polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai latex)
yang diperoleh dari getah beberapa jenis tumbuhan pohon karet tetapi dapat juga
diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari latex yang
digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet Hevea brasiliensis
(Euphorbiaceae). Ini dilakukan dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon
akan memberikan respons yang menghasilkan lebih banyak latex lagi.
Karet alam merupakan salah satu
komoditi perkebunan yang penting baik untuk lingkup internasional dan
teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia
karet merupakan salah satu hasil dari sektor perkebunan terkemuka yang banyak
menunjang perekonomian negara. Hasil
devisa yang diperoleh dari karet cukup besar. Bahkan, Indonesia pernah
menguasai produksi karet dunia dengan melibas negara-negara lain dan negara
asal tanaman karet sendiri di Daratan Amerika Selatan.
Dalam
dunia perdagangan karet alam Internasional, Indonesia harus membenahi dua hal
untuk menunjang kelancarannya, yaitu pengembangan tehnologi pengolahan karet
dan peningkatan promosi dagang karet Indonesia di luar negeri. Perlunya peningkatan promosi diluar negeri mengingat
di Indonesia sendiri terjadi ketidak seimbangan antara produksi yang tinggi
dengan kebutuhan karet alam didalam negeri.
Untuk itu, karet alam Indonesia harus lebih banyak berorientasi pada
eksport.
1.2 Identifikasi Permasalahan
·
Bagaimana
cara pengolahan karet?
·
Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas karet?
·
Apa
saja kendala yang dihadapi saat pengolahan karet dan bagaimana solusinya?
1.3 Tujuan
·
Mengetahui
cara pengolahan karet
·
Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
karet yang di hasilkan
·
Mampu
memberikan solusi terhadap kendala yang dihadapi saat pengolahan karet
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sekilas perkebunan karet di
Indonesia.
Sejarah
pernah mencatat bahwa Indonesia pernah mencapai puncak kejayaan pada periode
sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1956, dimana pada saat itu Indonesia
menjadi negara penghasil karet alam terbesar di Dunia. Komoditi ini pernah begitu diandalkan sebagai
penopang perekonomian negara.
Setelah
tahun 1957 kedudukan Indonesia sebagai produsen karet nomor satu digeser oleh
Malaysia. Walaupun demikian, bagi
perekonomian Indonesia karet tetap memberi sumbangan yang besar dan masukan
yang tak sedikit.
Indonesia
kembali menguasai pasaran karet alam Internasional pada era pasca Perang Dunia
II. Kebutuhan karet alam dunia yang
besar waktu itu boleh dikatakan sebagian besar dipasok oleh Indonesia. Hanya saja pada saat itu, pengelolaan kebun
karet bisa dikatakan kurang baik dan perluasan perkebunan karet kurang dilakukan,
langkah peremajaaan terhadap tanaman karet yang tua pun tidak lagi
terpikirkan. Wajar bila kemudian terjadi
penurunan produksi yang diperburuk oleh kondisi situasi politik dalam negeri
yang masih kurang stabil pada saat itu. Tahun 1959 – 1960 produksi karet
Indonesia mengalami penurunan dan dikalahkan oleh Malaysia
Pada
periode 1963 – 1973 perkebunan karet Indonesia mulai membaik kembali, dimana
produktifitasnya meningkat. Hal ini
dimungkinkan oleh karena beberapa hal yang dianggap mempengaruhi peningkatan
diperhatikan. Faktor – faktor tersebut
antara lain peremajaan, penggunaan pupuk sesuai kebutuhan, penggunaan pestisida
dan zat perangsang tumbuhan.
Peningkatan produktifitas kembali terjadi pada tahun
1978. Perbaikan pada masa ini adalah
disamping tetap mempertahankan kondisi pada masa sebelumnya juga diduga karena
penerapan pola pengembangan tanaman dengan sistem PIR/NES dimana rakyat turut
terlibat, disamping penggunaan klon unggul yang bisa memberikan produksi yang
tinggi.
Pada
periode 80-an hingga sekarang yang menjadi problem dalam perkaretan adalah mutu
yang kurang baik. Hal ini akan
mempengaruhi harga jual karet alam Indonesia dipasaran dunia menjadi lebih
rendah.
2.2 Potensi produksi.
Berdasarkan
status pengusahaannya, perkebunan karet di Indonesia terbagi atas tiga kelompok,
yaitu :
Ø Perkebunan
Besar Swasta (PBS)
Ø Perkebunan
Besar Negara (PBN)
Ø Perkebunan
Rakyat (PR)
Menurut data Dirjen Perkebunan, luas areal pertanaman karet dari tahun ke
tahun cenderung mengalami
peningkatan. Peningkatan yang ada
cenderung didominasi oleh Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Swasta dan
Perkebunan Besar Negara(Tabel terlampir)
Berdasarkan
data luas areal, produksi dan Ekspor-Impor komoditi karet di Indonesia tahun
1990 – 2003 menunjukkan adanya kecenderungan terjadinya peningkatan baik dari
segi luasan areal pertanaman maupun produksinya sehingga dapat dihitung
produktifitasnya yang mencapai 0,40 Ton/Ha
pada tahun 1990 dan 0,54 Ton/Ha pada tahun 2003.
Perkembangan
Karet secara Nasional menunjukkan adanya perubahan yang signifikan apabila
dibandingkan dengan jumlah baik luasan areal pertanaman maupun produksi
pada tahun 1985 yang produktifitasnya
baru mencapai 0,38 Ton/Ha(Tabel terlampir).
Dengan
potensi yang ada, baik luas areal pertanaman Karet maupun produksi yang telah
dicapai oleh Indonesia menempatkan negara Indonesia berada pada posisi No.urut
kedua setelah Malaysia sebagai negara penghasil Karet di Dunia sebagaimana
tabel berikut :
Table
1.Perkembangan Produksi Karet Dunia selang tahun 1985 -1988 (Ribu Ton)
No
|
Negara
Produsen
|
1984
|
1985
|
1986
|
1987
|
1988
|
1
|
Malaysia
|
1.531
|
1.470
|
1.542
|
1.577
|
1.668
|
2
|
Indonesia
|
1.033
|
1.056
|
1.113
|
1.132
|
1.173
|
3
|
Thailand
|
629
|
726
|
0
|
830
|
859
|
4
|
Sri
Lanka
|
142
|
138
|
0
|
138
|
140
|
5
|
Vietnam
|
55
|
52
|
60
|
0
|
0
|
6
|
India
|
184
|
198
|
0
|
220
|
24
|
7
|
Cina
|
190
|
200
|
210
|
202
|
210
|
8
|
Filipina
|
84
|
84
|
85
|
0
|
0
|
9
|
Liberia
|
76
|
81
|
86
|
90
|
119
|
10
|
Lain-lain
|
184
|
200
|
178
|
192
|
223
|
|
|
4.108
|
4.205
|
3.274
|
4.381
|
4.417
|
Sumber
Data : Statistik Perkebunan Indonesia, 1990
2.3 Morfologi Tanaman Karet
Tanaman
Karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan
memiliki percabangan yang tinggi.
Dibeberapa kebun karet ada yang condong pertumbuhan tanamannya ke arah
utara. Batang tanaman ini mengandung
getah yang dikenal dengan lateks
Dalam
dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi :
Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis
2.4 Kegunaan Latex
Manfaat
lateks biasaya di gunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan barang jadi
yang terbuat dari karet seperti ban mobil, ban sepeda motor, karet gelang,
karet busa, perlak bayi, karet busa dan
sebagai bahan pelapis kain.
2.5 Perbedaan karet alami dan karet
sintetis
Walaupun karet
alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh di bawah karet sintetis
atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum digantikan oleh
karet sintetis.yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah:
memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna, memiliki plastisitas
yang baik sehingga pengolahanya mudah, mempunyai daya aus yang tinggi, tidak
mudah panas (low heat buikd up), dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap
keretakan (groove cracking resistance). Walaupun demikian,karet sintetis
memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang
cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabill
BAB III
BAHAN DAN ALAT
3.1 Alat dan
Bahan
3.1.1 Bahan
Karet yang sudah di
sadap dengan kualitas baik.
3.1.2 Alat
a. Alat
penyadap, fungsi alat ini yaitu untuk pengeambilan getah karet dari pohonnya. Peralatan
sadap menetukan keberhasilan penyadapan.
Semakin baik alat yang digunakan, semakin baik hasilnya. Berbagai peralatan sadap yang digunakan
adalah sebagaimana dalam gambar berikut :
Gambar
2 :

3.2 Metode Kerja
3.2.1 Cara Kerja
3.2.2
Cara kerja membuat crepe
Tahapan dalam membuat karet alam/lateks
dari kebun menjadi Crepe adalah sebagai berikut :
Ø Penyaringan dan pengenceran
Setibanya
dipabrik, lateks kebun diterima dalam bak pencampur dengan menggunakan tiga
buah saringan, karena pembekuan kadang-kadang dilaksanakan dalam bak-bak
pencampur.
Ø Pembekuan/penggumpalan lateks.
Pembekuan(koagulasi
dilakukan dalam bak koagulasi.
Pelaksanaan pembekuan adalah sebagai berikut :
a. Setelah
tahap pengenceran lateks, dilakukan pemberian larutan obat pemutih NaHSO3 5 % sesuai dengan kebutuhan
b. Bubuhkan
obat pembeku, yaitu 20 cc asam semut 2,5% atau asam cuka 5% kemudian aduklah
secara perlahan-lahan.
c. Bila
pembekuan dilakukan dalam tangki pembekuan, sekat dipasang dengan jarak 8
cm. Bekuan dibiarkan selama ± 1 hari tetapi harus ditutup dan
ditambahkan air. Hal ini dimaksudkan
untuk menjaga agar warna koagulum tetap baik.
d. Bila
pembekuan dilakukan dalam bak pencampuran, sebelum dilaksanakan penggilingan,
koagulum harus dipotong-potong lebih dahulu untuk memudahkan pelaksanaan
penggilingan.
e. Cara
lain untuk mendapatkan lateks mutu creepe adalah dengan menggunakan bahan
pemutih yang disebut RPA-3 (Rubbea Peptaring Agent no. 3).
Ø Penggilingan
Satu
seri mesin gilingan creepe terdiri atas 3 -5 buah gilingan/kilang, yang dapat
dibedakan menjadi tiga macam gilingan, yaitu :
1. Gilingan
pendahuluan (voorwerker) menghasilkan lembaran creepe dengan ketebalan 7 – 10
mm
2. Gilingan
menegah (Tussenwerker) menghasilkan lembaran creepe dengan hasil yang lebih
tipis dari hasil gilingan pendahuluan.
3. Gilingan
akhir (Finisher) menghasilkan lembaran creepe dengan ketebalan 0,57 – 1,57 mm.
Setelah
diperoleh creepe basah, creepe tersebut digantungkan selama beberapa jam dan
selanjutnya diangkat ketempat pengeringan.
Ø Pengeringan
Cara
pengeringan Creepe ada dua macam, yaitu :
a. Pengeringan
alami (dengan panas udara biasa). Cara
ini memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar satu bulan, tergantung pada
cuaca/iklim.
b. Pengeringan
dengan pemanasan buatan. Suhu udara yang
dibutuhkan pada cara ini adalah 33ºC - 34ºC.
Untuk pengeringan buatan dengan menggunakan sistem diatas, suhu ruangan
diatur sebagai berikut :
Hari ke-1
: Suhu ruangan 30ºC
Hari ke-2
: Suhu ruangan 31ºC
Hari ke-3
: Suhu ruangan 32ºC
Hari ke-4
: Suhu ruangan 33ºC
Hari ke-5
: Suhu ruangan 34ºC
Hari ke-6
: Suhu ruangan 35ºC
Udara
panas yang dihasilkan melalui salah satu dari ke-empat sistem tersebut diatas,
dialirkan kedalam ruangan pengringan melalui pipa-pipa yang disusun sedemikian
rupa sehingga dapat memanasi ruangan dengan baik. Cara pengeringan ini memakan waktu sekitar 6
– 7 hari.
Adapun
tanda-tanda Creepe yang telah kering diantaranya tidak terdapat bintik-bintik
keputih-putihan dan bila di tes kadar airnya telah mencapai rata-rata 0,6%
(0,35 % - 1,00 %).
Ø Sortasi.
Pada
langkah sortasi, noda-noda kotoran yang terdapat pada lembaran creepe digunting
dan bekas guntingan dirapatkan kembali.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam sortasi creepe adalah warna, noda-noda kotoran,
tanda-tanda oksidasi dan belang-belang serta bintik-bintik atau garis-garis.
Ø Pembungkusan
Pembungkusan
Creepe dilakukan dengan menjadikan lembaran-lembaran Creepe tersebut menjadi
bandela-bandela berbentuk kubus berukuran 52 cm x 52 cm x 52 cm dengan berat 80
Kg.
Dibagian
luar bandela doberi warna dengan memakai larutan Coating Talk (dilabur),
kemudian diberi merk dan cap kiriman.
Produk
Creepe terdiri dari :
a. Thin
Pale Crepe.
Berupa
lembaran Creepe yang tipis berwarna kuning muda dengan tebal antara 1,0 – 1,7
mm. Produk Creepe ini berasal dari bahan baku lateks dan secara
umum Thin
Pale Creepe inilah yang disebut Krep.
b. Thin
Brown Creepe
Warnanya
Kuning kecoklatan berasal dari bahan baku karet mutu rendah seperti
screp, lump, busa dan sebagainya.
Tebal lembaran 1,5 – 2,0 mm
c. Sole
Creepe merupakan jenis krep yang licin dan rata, berwarna muda yang
dikemap(dipres) menjadi lembaran-lembaran yang tebalnya berkisar antara 3,2 –
6,4 mm
Bagan Alir Pengolahan Creepe
terlampir.
3.2.2 Diagrama alir

Latek
alam yang telah di dapat di saring dengan lump gumpal dan buasa lalu di
salurkan ke bak penerima setelah di saring lalu karet di gumpalkan berbentuk
koagulum, setelah itu di lakukan penggilingan dan pengeringan karet setelah kering karet di sortasi agar
mendapatkan rep yang kualitas baik, setelah didapat krep baku 20% dan siap
untuk di kemas.
Sisas-sisa
dalam cup dan ember di cuci dengan air pencuci, untuk proses yang lainnya.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengolahan Air Limbah
Dalam
industri pengolahan karet, Air digunakan sebagai bahan pengencer lateks,
pembuatan larutan-larutan kimia, pencuci hasil pembekuan dan alat-alat yang
digunakan serta mendinginkan mesin-mesin.
Sisa air yang digunakan akan dikeluarkan dalam bentuk limbah..
Pengolahan
air limbah lateks pusingan antara lain dilakukan dengan sistem kolam
anaerob/aerob, Oxidation ditch, anaerobic filter dan rotating biodisc.
Tahapan
pengolahan limbah dengan sistem anaerob/aerob adalah sebagai berikut : Air limbah karet ditampung dalam kolam yang
terbagi atas dua, yaitu Kolam pertama untuk
proses anaerob dan kolam kedua
untuk proses aerob. Kedua kolam
ini dimaksudkan untuk mengurangi nilai BOD selang waktu tertentu.
Pada
Pengolahan Sheet dan Crumb Rubber, ada dua macam limbah, yaitu :
@ Serum
sebagai hasil penggumpalan lateks. Pada
limbah ini tidak ada pelakuan hanya langsung dibuang karena relatif bebas dari
butir butir karet.
@ Lateks
yang sangat encer dikelola dengan cara pengumpalan. Bahan penggumpal yang sering digunakan adalah
Bockom LAWT-60/Busan
B.
Pemanfaatan
Limbah Karet
Air
limbah karet lateks pusingan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman setelah
diolah. Unsur-unsur yang ada dalam
limbah karet yang merupakan unsur yang dibutuhkan sebagai pupuk bagi tanaman
karet itu sendiri berdasarkan hasil
penelitian adalah N, P, K dan Mg.
Pemanfaatan
limbah karet sisa pengolahan Sheet dan Crumb Rubber berupa gumpalan lateks
merupakan tambahan bahan olahan, karena masih memiliki kadar karet kering.
C. Manajemen
Pengolahan Karet Alam
Ribbed
Smoked Sheets (RSS)
Ada
banyak cara pengolahan karet untuk di jadikan sebagai bahan olahan antara lan:
Ø Penerimaan Lateks Kebun
Lateks
Kebun yang sampai dipabrik ditimbang dan ditentukan kadar karet kering
(KKK). Cara penentuan KKK dapat
dilakukan dengan jalan mengambil contoh lateks sebanyak 50 – 100 ml dan
dimasukkan dalam mangkuk, lalu ditambahkan 10 – 20 ml larutan asam format 1%
dan apabila pembekuannya lambat dapat dipercepat dengan sedikit pemanasan. Hasil pembekuannya digiling dengan gilingan
tangan sampai diperoleh lembaran kertas tipis.
Lembaran tersebut kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan sampai
bagian luarnya kering,
lalu ditimbang (a gram). Lembaran tersebut dikeringkan lagi dalam oven
sampai kering dan ditimbang (b
gram). Setelah itu ditentukan faktor
pengeringnya, yaitu :
Berat basah
(a) – Berat kering (b)
Faktor Pengering =
----------------------------------------- x 100
%
Berat basah (a)
Faktor
pengering umumnya berkisar 20 % dan perhitungan KKK adalah sebagai berikut :
KKK
= (Berat basah – faktor
pengering x berat basah) x 100 %
Penentuan
Kadar Karet Kering dimaksudkan untuk :
ü Penentuan
upah penyadapan lateks
ü Penentuan
jumlah air yang diperlukan untuk pengenceran
Ø Pengenceran Lateks
Sebelum
ditimbang, lateks dikumpulkan dan disaring denga saringan (diameter 2 mm)
kemudian disaring lagi dengan saringan 15 mesh (diameter 1 mm) dan terakhir
dengan saringan yang berukuran 23 mesh (0,6 mm). Setelah disaring lateks diencerkan dengan
tujuan untuk penyeragaman KKK, memudahkan penyaringan dan menghilangkan
gelembung udara yang dapat menurunkan
mutu Sheet
Untuk
pembuatan RSS, lateks diencerkan sampai KKK mencapai 15 %. Penentuan jumlah air yang dibutuhkan untuk
pengenceran lateks kebun menjadi lateks encer dengan KKK tertentu adalah :
Kk – KE
AT
= -------------- x N
liter
KE
Catatan
: AT
= Jumlah liter air yang
ditambahkan
KK =
KKK Lateks kebun
KE =
KKK Lateks yang dikehendaki
N =
Jumlah liter lateks yang diencerkan
Tabel
2 kandungan air dalam lateks

Ø Penggumpalan (Koagulasi)
Lateks
kebun yang telah diencerkan menjadi KKK 15 % dimasukkan dalam tangki/bejana
koagulasi. Sebelum dimasukkan, disaring
dahulu dengan saringan supaya kotoran halus dapat terbuang. Untuk pembekuan lateks dapat dipakai larutan
asam formiat 1 % atau larutan asam asetat 2 %.
Adapun
tangki koagulasi adalah sebagaimana gambar berikut ini :

Ø Penggilingan
Setelah
diperoleh lembaran koagulum yg tebal berkisar antara 3 – 4 cm
Dan
basah, selanjutnya dilakukan penggilingan yang tujuannya untuk mengeluarkan
sebagian air dengan pengepresan(tekanan) yang akan mempercepat pengeringan,
memperluas pemukaan sheet dengan menipiskan dan menyeragamkan mutu. Gambar mesin penggilingan sebagai
berikut :

Ø Pengasapan
Lembaran
heet yang basah setelah digantungkan masih mengandung air lebih kurang 25 % dan
zat lain sebagai penyebab kerusakan selama penyimpanan, sehingga perlu
dilakukan pengasapan dan pengeringan.
Tujuan
pengasapan dan pengeringan sheet adalah untuk mengawetkan sheet agar tahan lama
disimpan dengan menggunakan asap yang mengandung Phenol untuk mencegah
tumbuhnya mikroorganisme dalam sheet, mengeringkan sheet dengan panas dari kayu
bakar sehingga tidak amba dan memberi warna coklat muda dengan asap sehingga
mutunya meningkat.
Adapun
cara pengasapan dan pengeringan adalah sebagai berikut :
§ Hari
pertama, suhu ruang diatur antara 40°C
- 50°C dengan asap yang banyak dan
ventilasi yang cukup.
§ Hari
kedua suhu masih tetap dan asap dikurangi sampai 50%
§ Hari
ke tiga suhu 50°C
- 55°C dgn ventilasi dan jumlah asap
menjadi ¼ dari hari pertama
§ Hari
keempat, suhu 50°C
- 55°C dan bila belum kering suhu dapat
ditingkatkan menjadi 55°C
- 60°C dengan jumlah ventilasi serendah
mungkin.

Ø Sortasi
Setelah
melalui pengasapan dan pengeringan, lembaran-lembaran RSS atau Sheet ditimbang untuk mengetahui berat hasil akhir
pengolahannya. Berat yang diperoleh
tidak boleh berbeda besar dengan taksiran yang telah diperhitungkan pada saat
memperoleh hasil lateks. Pelaksanaan
sortasi dimaksudkan untuk memisahkan lembaran-lembaran sheet berdasarkan
tingkat (Grade) kualitasnya.

Berdasarkan
Green
Book atau The International Standart of Quality and Packing For Natural Rubber
Grades yang dikeluarkan oleh The International Rubber Quality and Packing
Conference yang terbaru
menetapkan beberapa grade jenis Sheet, yaitu :
·
No. 1-XRSS (Superior Quality Ribbed Smoked Sheet)
ü Tidak
mengandung jamur
ü Kering,
kuat dan utuh
ü Warna
pengasapan merata, tidak terdapat bintik-bintik karat, lepuh-lepuh atau
benda-benda asing lainnya
·
No. 1 RSS(Standar Quality Ribbed Smoked
Sheet)
ü Tidak
mengandung jamur
ü Bersih, kering, kuat, baik, tidak mangandung cacat
karena karat
ü Besarnya
gelembung udara tidak boleh melewati besarnya kepala jarum
·
No. 2 RSS(Good Fair Average Quality Ribbed
Smoked Sheet)
ü Karat
atau jamur yang ada pada lembaran pembungkus, kulit luar bandela dan sheet yang
ada tidak melebihi jumlah 5 % dari jumlah bandela yang diserahkan dalam suatu
kontrak penyerahan.
ü Adapun
syarat syarat lainnya sama seperti pada No.1-XRSS dan No.1-RSS
·
No. 3 RSS (Fair Evarage Quality Ribbed
Smoked Sheet)
ü Persyaratan
sama seperti dengan No.2 RSS tetapi dengan persentase tidak melebihi 10 %.
ü Syarat
lembaran sheetnya : terdapat cacat warna sedikit, gelembung udara kecil-kecil
dan noda-noda kecil masih dapat ditoleransi.
ü Kering,
kuat tetapi tidak mengandung lepuh-lepuh atau benda-benda asing lainnya.
·
No. 4 RSS (Low Fair Evarage Quality Ribbed
Smoked Sheet)
ü Persyaratan
sama seperti No.3 RSS tetapi dengan presentasi tidak melebihi 20 % dari
persyaratan pada No. 3 RSS.
ü Syarat
lembaran sheet adalah dalam batas tertentu masih diijinkan adanya karat,
bintik-bintik, gelembung udara, warna lebih gelap(kelebihan mengasap), agak
rekat dan kurang kering.
ü Tidak
boleh ada karet yag lembek, bintik atau garis-garis yang disebabkan oleh oleh
panas atau oksidasi.
Ø Pengepakan
Setelah
tahap sortasi, langkah selanjutnya adalah pengepakan atau pembungkusan. Peti pengepakan berukuran 56 cm x 46 cm x 78
cm yang tebuat dari kayu dan pada sisi-sisinya dapat dipasang atau
dilepas. Sebelum dilakukan pengepresan,
setiap bandela ditimbang sesuai dengan berat yang dikehendaki.

Gambar
tersebut diatas merupakan bandela yang
mempunyai berat antara 224 – 250 lbs.
Untuk bandela dengan grade X-RSS,
RSS-1 dan RSS-2 pada kulit luarnya
dilumuri tepung agar tidak saling melekat. Sisi luar bandela dilumuri dengan larutan kimia yang disebut The
Official Bale Coating Solution (Bagan alir Pengolahan Sheet terlampir)
Crumb
Rubber
Crumb
Rubber (Karet Remah) adalah karet bongkah yang terbuat melalui pembutiran karet
alam, dalam proses ini karet mentah(koaguan, lateks, karet mutu rendah dihancurkan
menjadi butiran karet dengan mesin pemotong.
Kemudia diproses menjadi bongkah dan dibungkus dengan plastik
polietilen.
Ada
beberapa proses dasar yang dilalui dalam pengolahan Crumb Rubber dengan bahan
baku lateks, yaitu
Ø Penerimaan
dan penyaringan lateks yang dilakukan dalam bak atau tangki
Ø Penggumpalan
dilakukan dalam bak atau tangki sehingga menghasilkan bongkahan-bongkahan atau
koagulum. Sebagai penggumpal adalah 1 %
asam formiat dan ditambah 0,05% Natrium-bisulfit
Ø Pembutiran
yang diawali dengan melakukan pemotongan
koagulum.
Ø Pengeringan
dengan menggunakan mesin pengering yang sebelumnya dicuci terlebih dahulu. Hasil akhir dari Crumb Rubber didinginkan
sebelum dikemas. Agar bandela berbentuk
kecil dan seragam maka bandela perlu dikempa.
Berat yang ditetapkan untuk tiap bandela adalah 33 1/3 kg.
Ø Setelah
dikempa, bongkahan dibungkus dengan dengan lembaran plastik polyethylen dengan
ketebalan 0,03 mm, titik cair 108°C
dan berat jenisnya 0,92. Bungkus ini
disertai dengan tanda jenis mutu, tanda pengenal SIR dan Pabrik yang
memproduksinya.(Bagan Alir Pengolahan Crumb Rubber terlampir)
B.
Latek
Pekat
Prinsip
pembuatan lateks pekat berdasarkan pada perbedaan berat jenis antara partikel
karet dengan serum. Ada dua macam lateks
pekat yang biasa dijual dipasaran, yaitu :
1. Creamed
Latex atau di Indonesia dikenal dengan nama latek Dadih
2. Centrifuged
Latex atau disebut lateks pusingan
Untuk
mempertahankan kesegaran lateks yang akan dibuat lateks pekat perlu ditambahkan
zat antikoagulan dan bila terjadi prakoagulasi
maka dapat digunakan Amonia dengan dosis 10 ml 7,5 % untuk setiap liter lateks.
Adapun
tahap pengolahan masing-masing jenis lateks pekat adalah sebagai berikut :
·
Pengolahan
Creamed Latex
@ Getah
yang sudah disadap dibawa ke tempat pengolahan didalam tangki dan ditambahkan
gas amonia sebanyak 4 -7 gr/ltr lateks
@ Di
saring dan ditentukan KKKnya
@ Ditambahkan
bahan pemekat/pengental atau creaming agent.
Bahan pemekat yang sering digunakan adalah Amonium alginat dengan dosis
60 ml larutan alginat 1 % per liter Lateks
@ Dilakukan
pengadukan secara merata dan perlu ditambahkanlagi gas amonia dengan dosis 7 – 10 gr gas amonia
/ ltr creamed lateks.
@ Pengukuran
kadar karet kering creamed lateks sebelum dikirim.
·
Pembuatan Centrifuged Latex
@ Getah
yang sudah disadap dibawa dibawa ke tempat pengolahan dan ditambahkan gas
amonia sebanyak 2 – 3 gr gas amonia untuk setiap liter latex
@ Dilakukan
penyaringan dan dikumpulkan dalam tangki atau bejana dan diukur volume serta
kadar keringnya. Kadar amonia diukur
dengan titrasi memakai asam klorida
@ Pengendapan
selama 24 jam diperlukan agar kotoran-kotoran dan magnesium amonium fosfat
mengendap.
@ Lateks
dapat dimasukkan kedalam alat pemusing antara lain Separator Aktiebolaget,
Westphalia dan Titania.
@ Kadar
karet kering yang diinginkan untuk hasil lateks pusingan adalah 60% - 62%
@ Lateks
yang pekat dari hasil lateks pusingan diambil dan dikumpulkan pada tempat
tersendiri. Penambahan gas amonia
memungkinkan lateks pekat tahan disimpan dalam waktu yang cukup lama.

Gambar : Pengolahan Lateks Pekat.
Dalam
melakukan pengolahan lateks pekat, diupayakan sedapat mungkin untuk mendekati
persyaratan dan standar mutu yang ada.
Standar mutu lateks pekat menurut
ISO 2004 adalah sebagaimana dalam tabel berikut ini :
Table
3 bahan-bahan yang terkandung dalam lateks

BAB V
KESIMPULAN
Lateks merupakan cair spt susu yg dihasilkan oleh pohon
karet mengandung protein dan karbohidrat bahan ini biasanya di gunakan sebagi
bahan dasar dalam pembuatan ban, karet gelang, karet bayi, power balance serta
industri pengolahan karet.
Factor
yang mempengaruhi kualitas karet:
·
Factor dari kebun (jenis klon,
system sadap, kebersihan pohon, dll.
·
Iklim (musim hujan mendorong
terjadinya prakoagulasi, musim kemarau kaedaan lateks tidak stabil/
·
Alat-alat yang digunakan dalam
penggumpalan dan pengankutan (yang baik bahan terbuat dari baja tahan karat)
·
Pengangkutan (guncangan,
keadaan tangki, jarak tempuh jangka waktu)
·
Kualitas air dalam pengolahan
·
Bahan-bahan kimia yang
digunkan
·
Komposisi lateks
Kendala yang di hadapi serta solusinya
Kualitas karet yang di terima kurang baik, alat yang atau di gunakan sangat sederhana, minimnya
hasil lateks pertahun, namaun masalah ini ada lusinya yaitu dengan selalu
memberiakn monitoring pada para penyadap lateks serta alat yang di gunakan
benar-benar alat yang sesuai fungsinya serta dalam pengolahn harus
memperhatikan setiap proses pembuatan dengan baik agar tidak ada keslahan
sedikit atau sekecil apapun.
Lampiran






Lampiran
Contoh : Cara Pembuatan Sarung tangan Karet dari Lateks Alam Iradiasi
1. Aduklah lateks alam iradiasi atau bahan penggumpal pelan-
pelan sebelum proses pencelupan
2. Celupkan cetakan sarung tangan dalam bahan penggumpal,
selama 15 detik, angkat dan balikkan cetakan tersebut,
kemudian celupkan lagi ke dalam lateks alam iradiasi
balikan dan ulangi dicelupkan ke dalam latek alam iradiasi.
kemudian celupkan lagi ke dalam lateks alam iradiasi
balikan dan ulangi dicelupkan ke dalam latek alam iradiasi.
3. Kemudian letakkan cetakan lateks alam iradiasi tersebut di
lantai dan biarkan hingga kering sendiri.
4. Setelah kering dilepaskan sarung tangan dari cetakan.
5. Rendam sarung tangan tersebut ke dalam air bersih 17 jam,
atau direbus selama 1 jam, kemudian cucilah sampai bersih.
6. Jemur sarung tangan sampai kering dan kemaslah dalam
kantung plastik, selanjutnya siap dipasarkan
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, D. W., 2005. Pengendalian
Kualitas karet. Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Biro data Statistik
Perkebunan Indonesia, 1990
Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, 1995. Petunjuk Teknis
Pengolahan karet, Jakarta.
Eriyatno, 2003. Ilmu Sistem
Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB
Press, Bogor.
Evans, J. R and William M. L., 2005. The
Management and Control Quality.
South-Western. Ohio.
Fauzi, Y., 2003. karet,
Budidaya,Pemanfaatan Hasil & limbah, Analisis
Limbah dan Pemasaran. Penebar
Swadaya, Jakarta..
Ketaren, S., 1986. Pengantar
Teknologi pengolahan kaert. UI Press, Jakarta.
ANONIMOUS 2011 Hasil akhir dari pengolahan karet online
diaksest tanggal 20 desember 2011W
Tidak ada komentar:
Posting Komentar