Sabtu, 28 Januari 2012

teknologi pengolahan hasil pertanian


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Setelah melalui proses perkuliahan serta memperoleh berbagai macam ilmu, maka perlu dilakukan review mengenai  ilmu tersebut,untuk membekali para mahasiswa sebelum merealisasikannya secara nyata ke dalam lingkungan masyarakat. Hal ini bertujuan agar ilmu yang telah didapat dapat benar-benar teraplikasi.Untuk mencapai tujuan tersebut,maka dilakukan sebuah penuangan dalam kegiatan yang disebut presentasi.
            Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatanperalatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila terjadi jatuh dari suatu tempat. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan tersebut secara langsung kebutuhan karet juga meningkat dengan sendirinya sesuai kebutuhan manusia.
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai latex) yang diperoleh dari getah beberapa jenis tumbuhan pohon karet tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari latex yang digunakan untuk menciptakan karet adalah pohon karet Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Ini dilakukan dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan respons yang menghasilkan lebih banyak latex lagi.
         Karet alam merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia.  Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil dari sektor perkebunan terkemuka yang banyak menunjang perekonomian negara.  Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar. Bahkan, Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan melibas negara-negara lain dan negara asal tanaman karet sendiri di Daratan Amerika Selatan.
Dalam dunia perdagangan karet alam Internasional, Indonesia harus membenahi dua hal untuk menunjang kelancarannya, yaitu pengembangan tehnologi pengolahan karet dan peningkatan promosi dagang karet Indonesia di luar negeri.  Perlunya peningkatan promosi diluar negeri mengingat di Indonesia sendiri terjadi ketidak seimbangan antara produksi yang tinggi dengan kebutuhan karet alam didalam negeri.  Untuk itu, karet alam Indonesia harus lebih banyak berorientasi pada eksport.
1.2 Identifikasi Permasalahan
·         Bagaimana cara pengolahan karet?
·         Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas karet?
·         Apa saja kendala yang dihadapi saat pengolahan karet dan bagaimana solusinya?
1.3 Tujuan
·         Mengetahui cara pengolahan  karet
·         Mengetahui faktor-faktor  yang mempengaruhi kualitas karet yang di hasilkan
·         Mampu memberikan solusi terhadap kendala yang dihadapi saat pengolahan karet





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Sekilas perkebunan karet di Indonesia.
Sejarah pernah mencatat bahwa Indonesia pernah mencapai puncak kejayaan pada periode sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1956, dimana pada saat itu Indonesia menjadi negara penghasil karet alam terbesar di Dunia.  Komoditi ini pernah begitu diandalkan sebagai penopang perekonomian negara.
Setelah tahun 1957 kedudukan Indonesia sebagai produsen karet nomor satu digeser oleh Malaysia.  Walaupun demikian, bagi perekonomian Indonesia karet tetap memberi sumbangan yang besar dan masukan yang tak sedikit.
Indonesia kembali menguasai pasaran karet alam Internasional pada era pasca Perang Dunia II.  Kebutuhan karet alam dunia yang besar waktu itu boleh dikatakan sebagian besar dipasok oleh Indonesia.  Hanya saja pada saat itu, pengelolaan kebun karet bisa dikatakan kurang baik dan perluasan perkebunan karet kurang dilakukan, langkah peremajaaan terhadap tanaman karet yang tua pun tidak lagi terpikirkan.  Wajar bila kemudian terjadi penurunan produksi yang diperburuk oleh kondisi situasi politik dalam negeri yang masih kurang stabil pada saat itu. Tahun 1959 – 1960 produksi karet Indonesia mengalami penurunan dan dikalahkan oleh Malaysia
Pada periode 1963 – 1973 perkebunan karet Indonesia mulai membaik kembali, dimana produktifitasnya meningkat.  Hal ini dimungkinkan oleh karena beberapa hal yang dianggap mempengaruhi peningkatan diperhatikan.  Faktor – faktor tersebut antara lain peremajaan, penggunaan pupuk sesuai kebutuhan, penggunaan pestisida dan zat perangsang tumbuhan. 
Peningkatan  produktifitas kembali terjadi pada tahun 1978.  Perbaikan pada masa ini adalah disamping tetap mempertahankan kondisi pada masa sebelumnya juga diduga karena penerapan pola pengembangan tanaman dengan sistem PIR/NES dimana rakyat turut terlibat, disamping penggunaan klon unggul yang bisa memberikan produksi yang tinggi.
Pada periode 80-an hingga sekarang yang menjadi problem dalam perkaretan adalah mutu yang kurang baik.  Hal ini akan mempengaruhi harga jual karet alam Indonesia dipasaran dunia menjadi lebih rendah.

2.2  Potensi produksi.
Berdasarkan status pengusahaannya, perkebunan karet di Indonesia terbagi atas tiga kelompok, yaitu :
Ø  Perkebunan Besar Swasta (PBS)
Ø  Perkebunan Besar Negara (PBN)
Ø  Perkebunan Rakyat  (PR)
Menurut  data Dirjen Perkebunan,  luas areal pertanaman karet dari tahun ke tahun  cenderung mengalami peningkatan.  Peningkatan yang ada cenderung didominasi oleh Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Swasta dan Perkebunan Besar Negara(Tabel terlampir)

Berdasarkan data luas areal, produksi dan Ekspor-Impor komoditi karet di Indonesia tahun 1990 – 2003 menunjukkan adanya kecenderungan terjadinya peningkatan baik dari segi luasan areal pertanaman maupun produksinya sehingga dapat dihitung produktifitasnya yang mencapai 0,40 Ton/Ha  pada tahun 1990 dan 0,54 Ton/Ha pada tahun 2003. 
Perkembangan Karet secara Nasional menunjukkan adanya perubahan yang signifikan apabila dibandingkan dengan jumlah baik luasan areal pertanaman maupun  produksi  pada tahun 1985  yang produktifitasnya baru mencapai 0,38 Ton/Ha(Tabel terlampir).
Dengan potensi yang ada, baik luas areal pertanaman Karet maupun produksi yang telah dicapai oleh Indonesia menempatkan negara Indonesia berada pada posisi No.urut kedua setelah Malaysia sebagai negara penghasil Karet di Dunia sebagaimana tabel berikut :
Table 1.Perkembangan Produksi Karet Dunia selang tahun 1985 -1988 (Ribu Ton)
No
Negara Produsen
1984
1985
1986
1987
1988
1
Malaysia
1.531
1.470
1.542
1.577
1.668
2
Indonesia
1.033
1.056
1.113
1.132
1.173
3
Thailand
   629
   726
       0
   830
   859
4
Sri Lanka
   142
   138
       0
   138
   140
5
Vietnam
     55
     52
     60
       0
       0
6
India
   184
   198
       0
   220
     24
7
Cina
   190
   200
   210
   202
   210
8
Filipina
     84
     84
     85
       0
       0
9
Liberia
     76
     81
     86
     90
   119
10
Lain-lain
   184
   200
   178
   192
   223


4.108
4.205
3.274
4.381
4.417
Sumber Data : Statistik Perkebunan Indonesia, 1990
2.3  Morfologi Tanaman Karet
Tanaman Karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.  Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m.  Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi.  Dibeberapa kebun karet ada yang condong pertumbuhan tanamannya ke arah utara.  Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan lateks
Dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut :

Divisi                 :   Spermatophyta
Subdivisi            :   Angiospermae
Kelas                  :   Dicotyledonae
Ordo                  :   Euphorbiales
Famili                 :   Euphorbiaceae
Genus                :   Hevea
Spesies               :   Hevea brasiliensis
2.4  Kegunaan Latex
Manfaat lateks biasaya di gunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan barang jadi yang terbuat dari karet seperti ban mobil, ban sepeda motor, karet gelang, karet busa, perlak bayi,  karet busa dan sebagai bahan pelapis kain.
2.5  Perbedaan karet alami dan karet sintetis
Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh di bawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum digantikan oleh karet sintetis.yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah: memiliki daya elastis atau daya lenting yang sempurna, memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahanya mudah, mempunyai daya aus yang tinggi, tidak mudah panas (low heat buikd up), dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance). Walaupun demikian,karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabill

BAB III
BAHAN DAN ALAT
3.1 Alat dan Bahan
            3.1.1 Bahan
                        Karet yang sudah di sadap dengan kualitas baik.
            3.1.2 Alat
a.       Alat penyadap, fungsi alat ini yaitu untuk pengeambilan getah karet dari pohonnya. Peralatan sadap menetukan keberhasilan penyadapan.  Semakin baik alat yang digunakan, semakin baik hasilnya.  Berbagai peralatan sadap yang digunakan adalah sebagaimana dalam gambar berikut :
Gambar 2 :
Gbr
3.2 Metode Kerja
            3.2.1 Cara Kerja
            3.2.2 Cara kerja membuat crepe
      Tahapan dalam membuat karet alam/lateks dari kebun menjadi Crepe adalah sebagai berikut :
Ø  Penyaringan dan pengenceran
Setibanya dipabrik, lateks kebun diterima dalam bak pencampur dengan menggunakan tiga buah saringan, karena pembekuan kadang-kadang dilaksanakan dalam bak-bak pencampur.  
Ø  Pembekuan/penggumpalan lateks.
Pembekuan(koagulasi dilakukan dalam bak koagulasi.  Pelaksanaan pembekuan adalah sebagai berikut :
a.       Setelah tahap pengenceran lateks, dilakukan pemberian larutan obat pemutih NaHSO3  5 % sesuai dengan kebutuhan
b.      Bubuhkan obat pembeku, yaitu 20 cc asam semut 2,5% atau asam cuka 5% kemudian aduklah secara perlahan-lahan.
c.       Bila pembekuan dilakukan dalam tangki pembekuan, sekat dipasang dengan jarak 8 cm.  Bekuan dibiarkan selama ± 1 hari tetapi harus ditutup dan ditambahkan air.  Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar warna koagulum tetap baik.
d.      Bila pembekuan dilakukan dalam bak pencampuran, sebelum dilaksanakan penggilingan, koagulum harus dipotong-potong lebih dahulu untuk memudahkan pelaksanaan penggilingan.
e.       Cara lain untuk mendapatkan lateks mutu creepe adalah dengan menggunakan bahan pemutih yang disebut RPA-3 (Rubbea Peptaring Agent no. 3). 
Ø  Penggilingan
Satu seri mesin gilingan creepe terdiri atas 3 -5 buah gilingan/kilang, yang dapat dibedakan menjadi tiga macam gilingan, yaitu :
1.      Gilingan pendahuluan (voorwerker) menghasilkan lembaran creepe dengan ketebalan 7 – 10 mm
2.      Gilingan menegah (Tussenwerker) menghasilkan lembaran creepe dengan hasil yang lebih tipis dari hasil gilingan pendahuluan.
3.      Gilingan akhir (Finisher) menghasilkan lembaran creepe dengan ketebalan 0,57 – 1,57 mm.
Setelah diperoleh creepe basah, creepe tersebut digantungkan selama beberapa jam dan selanjutnya diangkat ketempat pengeringan.
Ø  Pengeringan
Cara pengeringan Creepe ada dua macam, yaitu :
a.       Pengeringan alami (dengan panas udara biasa).  Cara ini memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar satu bulan, tergantung pada cuaca/iklim.
b.      Pengeringan dengan pemanasan buatan.  Suhu udara yang dibutuhkan pada cara ini adalah 33ºC - 34ºC.  Untuk pengeringan buatan dengan menggunakan sistem diatas, suhu ruangan diatur sebagai berikut :
Hari  ke-1  :  Suhu ruangan 30ºC
Hari  ke-2  :  Suhu ruangan 31ºC
Hari  ke-3  :  Suhu ruangan 32ºC
Hari  ke-4  :  Suhu ruangan 33ºC
Hari  ke-5  :  Suhu ruangan 34ºC
Hari  ke-6  :  Suhu ruangan 35ºC
Udara panas yang dihasilkan melalui salah satu dari ke-empat sistem tersebut diatas, dialirkan kedalam ruangan pengringan melalui pipa-pipa yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat memanasi ruangan dengan baik.  Cara pengeringan ini memakan waktu sekitar 6 – 7 hari.
Adapun tanda-tanda Creepe yang telah kering diantaranya tidak terdapat bintik-bintik keputih-putihan dan bila di tes kadar airnya telah mencapai rata-rata 0,6% (0,35 % - 1,00 %).
Ø  Sortasi.
Pada langkah sortasi, noda-noda kotoran yang terdapat pada lembaran creepe digunting dan bekas guntingan dirapatkan kembali.  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam sortasi  creepe adalah warna, noda-noda kotoran, tanda-tanda oksidasi dan belang-belang serta bintik-bintik atau garis-garis.
Ø  Pembungkusan
Pembungkusan Creepe dilakukan dengan menjadikan lembaran-lembaran Creepe tersebut menjadi bandela-bandela berbentuk kubus berukuran 52 cm x 52 cm x 52 cm dengan berat 80 Kg. 
Dibagian luar bandela doberi warna dengan memakai larutan Coating Talk (dilabur), kemudian diberi merk dan cap kiriman.
Produk Creepe terdiri dari :
a.       Thin Pale Crepe.
Berupa lembaran Creepe yang tipis berwarna kuning muda dengan tebal antara 1,0 – 1,7 mm.  Produk Creepe ini  berasal dari bahan baku lateks dan secara umum Thin Pale Creepe inilah yang disebut Krep.
b.      Thin Brown Creepe
Warnanya Kuning kecoklatan berasal dari bahan baku karet mutu rendah  seperti  screp, lump, busa dan sebagainya.   Tebal lembaran 1,5 – 2,0 mm
c.       Sole Creepe merupakan jenis krep yang licin dan rata, berwarna muda yang dikemap(dipres) menjadi lembaran-lembaran yang tebalnya berkisar antara 3,2 – 6,4 mm
             Bagan Alir Pengolahan Creepe terlampir.









3.2.2    Diagrama alir

Latek alam yang telah di dapat di saring dengan lump gumpal dan buasa lalu di salurkan ke bak penerima setelah di saring lalu karet di gumpalkan berbentuk koagulum, setelah itu di lakukan penggilingan dan pengeringan  karet setelah kering karet di sortasi agar mendapatkan rep yang kualitas baik, setelah didapat krep baku 20% dan siap untuk di kemas.
Sisas-sisa dalam cup dan ember di cuci dengan air pencuci, untuk proses yang lainnya.








BAB IV
PEMBAHASAN

A.  Pengolahan Air Limbah
Dalam industri pengolahan karet, Air digunakan sebagai bahan pengencer lateks, pembuatan larutan-larutan kimia, pencuci hasil pembekuan dan alat-alat yang digunakan serta mendinginkan mesin-mesin.  Sisa air yang digunakan akan dikeluarkan dalam bentuk limbah..
Pengolahan air limbah lateks pusingan antara lain dilakukan dengan sistem kolam anaerob/aerob, Oxidation ditch, anaerobic filter dan rotating biodisc.
Tahapan pengolahan limbah dengan sistem anaerob/aerob adalah sebagai berikut  : Air limbah karet ditampung dalam kolam yang terbagi atas dua, yaitu Kolam pertama untuk  proses anaerob dan kolam kedua  untuk proses aerob.  Kedua kolam ini dimaksudkan untuk mengurangi nilai BOD selang waktu tertentu.
Pada Pengolahan Sheet dan Crumb Rubber, ada dua macam limbah, yaitu :
@ Serum sebagai hasil penggumpalan lateks.  Pada limbah ini tidak ada pelakuan hanya langsung dibuang karena relatif bebas dari butir butir karet.
@ Lateks yang sangat encer dikelola dengan cara pengumpalan.  Bahan penggumpal yang sering digunakan adalah Bockom LAWT-60/Busan

B.     Pemanfaatan Limbah Karet
Air limbah karet lateks pusingan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman setelah diolah.  Unsur-unsur yang ada dalam limbah karet yang merupakan unsur yang dibutuhkan sebagai pupuk bagi tanaman karet itu sendiri  berdasarkan hasil penelitian adalah N, P, K dan Mg.
Pemanfaatan limbah karet sisa pengolahan Sheet dan Crumb Rubber berupa gumpalan lateks merupakan tambahan bahan olahan, karena masih memiliki kadar karet kering.

C.   Manajemen Pengolahan Karet Alam
Ribbed Smoked Sheets (RSS)
Ada banyak cara pengolahan karet untuk di jadikan sebagai bahan olahan antara lan:
Ø  Penerimaan Lateks Kebun
Lateks Kebun yang sampai dipabrik ditimbang dan ditentukan kadar karet kering (KKK).  Cara penentuan KKK dapat dilakukan dengan jalan mengambil contoh lateks sebanyak 50 – 100 ml dan dimasukkan dalam mangkuk, lalu ditambahkan 10 – 20 ml larutan asam format 1% dan apabila pembekuannya lambat dapat dipercepat dengan sedikit pemanasan.  Hasil pembekuannya digiling dengan gilingan tangan sampai diperoleh lembaran kertas tipis.  Lembaran tersebut kemudian dikeringkan dengan cara  diangin-anginkan  sampai  bagian  luarnya  kering,  lalu  ditimbang (a gram).  Lembaran tersebut dikeringkan lagi dalam oven sampai kering dan  ditimbang (b gram).  Setelah itu ditentukan faktor pengeringnya, yaitu :
                                    Berat basah (a) – Berat kering (b)
            Faktor Pengering  =  -----------------------------------------  x  100 %
                                                                      Berat basah (a)

Faktor pengering umumnya berkisar 20 % dan perhitungan KKK adalah sebagai berikut :

           KKK   =    (Berat basah – faktor pengering x berat basah) x  100 %

Penentuan Kadar Karet Kering dimaksudkan untuk :
ü  Penentuan upah penyadapan lateks
ü  Penentuan jumlah air yang diperlukan untuk pengenceran
Ø  Pengenceran Lateks
Sebelum ditimbang, lateks dikumpulkan dan disaring denga saringan (diameter 2 mm) kemudian disaring lagi dengan saringan 15 mesh (diameter 1 mm) dan terakhir dengan saringan yang berukuran 23 mesh (0,6 mm).  Setelah disaring lateks diencerkan dengan tujuan untuk penyeragaman KKK, memudahkan penyaringan dan menghilangkan gelembung  udara yang dapat menurunkan mutu Sheet
Untuk pembuatan RSS, lateks diencerkan sampai KKK mencapai 15 %.  Penentuan jumlah air yang dibutuhkan untuk pengenceran lateks kebun menjadi lateks encer dengan KKK tertentu adalah :
                         Kk      KE
            AT  =  --------------   x   N liter
                                           KE
Catatan :   AT   =    Jumlah liter air yang ditambahkan
                 KK   =   KKK Lateks kebun
                 KE    =   KKK Lateks yang dikehendaki
                 N      =   Jumlah liter lateks yang diencerkan

Tabel 2 kandungan air dalam lateks
Tabel air, KKK
Ø  Penggumpalan (Koagulasi)
Lateks kebun yang telah diencerkan menjadi KKK 15 % dimasukkan dalam tangki/bejana koagulasi.  Sebelum dimasukkan, disaring dahulu dengan saringan supaya kotoran halus dapat terbuang.  Untuk pembekuan lateks dapat dipakai larutan asam formiat 1 % atau larutan asam asetat 2 %.
Adapun tangki koagulasi adalah sebagaimana gambar berikut ini :
Tangki Koagulasi
Ø  Penggilingan
Setelah diperoleh lembaran koagulum yg tebal berkisar antara 3 – 4 cm
Dan basah, selanjutnya dilakukan penggilingan yang tujuannya untuk mengeluarkan sebagian air dengan pengepresan(tekanan) yang akan mempercepat pengeringan, memperluas pemukaan sheet dengan menipiskan dan menyeragamkan mutu.  Gambar mesin penggilingan sebagai berikut  :

Mesin Giling

Ø  Pengasapan
Lembaran heet yang basah setelah digantungkan masih mengandung air lebih kurang 25 % dan zat lain sebagai penyebab kerusakan selama penyimpanan, sehingga perlu dilakukan pengasapan dan pengeringan.
Tujuan pengasapan dan pengeringan sheet adalah untuk mengawetkan sheet agar tahan lama disimpan dengan menggunakan asap yang mengandung Phenol untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme dalam sheet, mengeringkan sheet dengan panas dari kayu bakar sehingga tidak amba dan memberi warna coklat muda dengan asap sehingga mutunya meningkat.
Adapun cara pengasapan dan pengeringan adalah sebagai berikut :
§  Hari pertama, suhu ruang diatur antara 40°C - 50°C dengan asap yang banyak dan ventilasi yang cukup.
§  Hari kedua suhu masih tetap dan asap dikurangi sampai 50%
§  Hari ke tiga suhu 50°C - 55°C dgn ventilasi dan jumlah asap menjadi ¼ dari hari pertama
§  Hari keempat, suhu 50°C - 55°C dan bila belum kering suhu dapat ditingkatkan menjadi 55°C - 60°C dengan jumlah ventilasi serendah mungkin.
Pengasapan Sheet

Ø  Sortasi
Setelah melalui pengasapan dan pengeringan, lembaran-lembaran RSS atau Sheet   ditimbang untuk mengetahui berat hasil akhir pengolahannya.  Berat yang diperoleh tidak boleh berbeda besar dengan taksiran yang telah diperhitungkan pada saat memperoleh hasil lateks.  Pelaksanaan sortasi dimaksudkan untuk memisahkan lembaran-lembaran sheet berdasarkan tingkat (Grade) kualitasnya.
Sortasi

Berdasarkan Green Book atau The International Standart of Quality and Packing For Natural Rubber Grades yang dikeluarkan oleh The International Rubber Quality and Packing Conference   yang terbaru menetapkan beberapa grade jenis Sheet, yaitu :

·         No. 1-XRSS (Superior Quality Ribbed Smoked Sheet)
ü  Tidak mengandung jamur
ü  Kering, kuat dan utuh
ü  Warna pengasapan merata, tidak terdapat bintik-bintik karat, lepuh-lepuh atau benda-benda asing lainnya
·         No. 1 RSS(Standar Quality Ribbed Smoked Sheet)
ü  Tidak mengandung jamur
ü  Bersih,  kering, kuat, baik, tidak mangandung cacat karena karat
ü  Besarnya gelembung udara tidak boleh melewati besarnya kepala jarum

·         No. 2 RSS(Good Fair Average Quality Ribbed Smoked Sheet)
ü  Karat atau jamur yang ada pada lembaran pembungkus, kulit luar bandela dan sheet yang ada tidak melebihi jumlah 5 % dari jumlah bandela yang diserahkan dalam suatu kontrak penyerahan.
ü  Adapun syarat syarat lainnya sama seperti pada No.1-XRSS dan No.1-RSS
·         No. 3 RSS (Fair Evarage Quality Ribbed Smoked Sheet)
ü  Persyaratan sama seperti dengan No.2 RSS tetapi dengan persentase tidak melebihi 10 %.
ü  Syarat lembaran sheetnya : terdapat cacat warna sedikit, gelembung udara kecil-kecil dan noda-noda kecil masih dapat ditoleransi.
ü  Kering, kuat tetapi tidak mengandung lepuh-lepuh atau benda-benda asing lainnya.
·         No. 4 RSS (Low Fair Evarage Quality Ribbed Smoked Sheet)
ü  Persyaratan sama seperti No.3 RSS tetapi dengan presentasi tidak melebihi 20 % dari persyaratan pada No. 3 RSS.
ü  Syarat lembaran sheet adalah dalam batas tertentu masih diijinkan adanya karat, bintik-bintik, gelembung udara, warna lebih gelap(kelebihan mengasap), agak rekat dan kurang kering.
ü  Tidak boleh ada karet yag lembek, bintik atau garis-garis yang disebabkan oleh oleh panas atau oksidasi.


Ø  Pengepakan
Setelah tahap sortasi, langkah selanjutnya adalah pengepakan atau pembungkusan.  Peti pengepakan berukuran 56 cm x 46 cm x 78 cm yang tebuat dari kayu dan pada sisi-sisinya dapat dipasang atau dilepas.  Sebelum dilakukan pengepresan, setiap bandela ditimbang sesuai dengan berat yang dikehendaki.
Bandela sheet
Gambar tersebut diatas merupakan bandela yang  mempunyai berat antara 224 – 250 lbs.  Untuk  bandela dengan grade X-RSS, RSS-1 dan RSS-2 pada kulit luarnya  dilumuri tepung agar tidak saling melekat.  Sisi luar bandela  dilumuri dengan larutan kimia yang disebut The Official Bale Coating Solution (Bagan alir Pengolahan Sheet terlampir)
     Crumb Rubber
Crumb Rubber (Karet Remah) adalah karet bongkah yang terbuat melalui pembutiran karet alam, dalam proses ini karet mentah(koaguan, lateks, karet mutu rendah dihancurkan menjadi butiran karet dengan mesin pemotong.  Kemudia diproses menjadi bongkah dan dibungkus dengan plastik polietilen.
Ada beberapa proses dasar yang dilalui dalam pengolahan Crumb Rubber dengan bahan baku lateks, yaitu
Ø  Penerimaan dan penyaringan lateks yang dilakukan dalam bak atau tangki
Ø  Penggumpalan dilakukan dalam bak atau tangki sehingga menghasilkan bongkahan-bongkahan atau koagulum.  Sebagai penggumpal adalah 1 % asam formiat dan ditambah 0,05% Natrium-bisulfit
Ø  Pembutiran yang diawali dengan melakukan pemotongan  koagulum.
Ø  Pengeringan dengan menggunakan mesin pengering yang sebelumnya dicuci terlebih dahulu.  Hasil akhir dari Crumb Rubber didinginkan sebelum dikemas.  Agar bandela berbentuk kecil dan seragam maka bandela perlu dikempa.  Berat yang ditetapkan untuk tiap bandela adalah 33 1/3 kg.
Ø  Setelah dikempa, bongkahan dibungkus dengan dengan lembaran plastik polyethylen dengan ketebalan 0,03 mm, titik cair 108°C dan berat jenisnya 0,92.  Bungkus ini disertai dengan tanda jenis mutu, tanda pengenal SIR dan Pabrik yang memproduksinya.(Bagan Alir Pengolahan Crumb Rubber terlampir)

B.     Latek Pekat
Prinsip pembuatan lateks pekat berdasarkan pada perbedaan berat jenis antara partikel karet dengan serum.  Ada dua macam lateks pekat yang biasa dijual dipasaran, yaitu :
1.      Creamed Latex atau di Indonesia dikenal dengan nama latek Dadih
2.      Centrifuged Latex atau disebut lateks pusingan
Untuk mempertahankan kesegaran lateks yang akan dibuat lateks pekat perlu ditambahkan zat antikoagulan dan bila terjadi prakoagulasi  maka dapat digunakan Amonia dengan dosis 10 ml  7,5 % untuk setiap liter lateks.
Adapun tahap pengolahan masing-masing jenis lateks pekat adalah sebagai berikut :
·         Pengolahan Creamed Latex
@ Getah yang sudah disadap dibawa ke tempat pengolahan didalam tangki dan ditambahkan gas amonia sebanyak 4 -7 gr/ltr lateks
@ Di saring dan ditentukan KKKnya
@ Ditambahkan bahan pemekat/pengental atau creaming agent.  Bahan pemekat yang sering digunakan adalah Amonium alginat dengan dosis 60 ml larutan alginat 1 % per liter Lateks
@ Dilakukan pengadukan secara merata dan perlu ditambahkanlagi  gas amonia dengan dosis 7 – 10 gr gas amonia / ltr creamed lateks.
@ Pengukuran kadar karet kering creamed lateks sebelum dikirim.
·         Pembuatan  Centrifuged Latex
@ Getah yang sudah disadap dibawa dibawa ke tempat pengolahan dan ditambahkan gas amonia sebanyak 2 – 3 gr gas amonia untuk setiap liter latex
@ Dilakukan penyaringan dan dikumpulkan dalam tangki atau bejana dan diukur volume serta kadar keringnya.  Kadar amonia diukur dengan titrasi memakai asam klorida
@ Pengendapan selama 24 jam diperlukan agar kotoran-kotoran dan magnesium amonium fosfat mengendap.
@ Lateks dapat dimasukkan kedalam alat pemusing antara lain Separator Aktiebolaget, Westphalia dan Titania.
@ Kadar karet kering yang diinginkan untuk hasil lateks pusingan adalah 60% - 62%
@ Lateks yang pekat dari hasil lateks pusingan diambil dan dikumpulkan pada tempat tersendiri.  Penambahan gas amonia memungkinkan lateks pekat tahan disimpan dalam waktu yang cukup lama.
Pengolahan Lateks
            Gambar : Pengolahan Lateks Pekat.
Dalam melakukan pengolahan lateks pekat, diupayakan sedapat mungkin untuk mendekati persyaratan dan standar mutu yang ada.  Standar mutu lateks pekat menurut  ISO 2004 adalah sebagaimana dalam tabel berikut ini :
Table 3 bahan-bahan yang terkandung dalam lateks
Standar Latek Pekat



















BAB V
KESIMPULAN
Lateks merupakan cair spt susu yg dihasilkan oleh pohon karet mengandung protein dan karbohidrat bahan ini biasanya di gunakan sebagi bahan dasar dalam pembuatan ban, karet gelang, karet bayi, power balance serta industri pengolahan karet.
Factor yang mempengaruhi kualitas karet:
·         Factor dari kebun (jenis klon, system sadap, kebersihan pohon, dll.
·         Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau kaedaan lateks tidak stabil/
·         Alat-alat yang digunakan dalam penggumpalan dan pengankutan (yang baik bahan terbuat dari baja tahan karat)
·         Pengangkutan (guncangan, keadaan tangki, jarak tempuh jangka waktu)
·         Kualitas air dalam pengolahan
·         Bahan-bahan kimia yang digunkan
·         Komposisi lateks

Kendala yang di hadapi serta solusinya
Kualitas karet yang di terima kurang baik, alat yang  atau di gunakan sangat sederhana, minimnya hasil lateks pertahun, namaun masalah ini ada lusinya yaitu dengan selalu memberiakn monitoring pada para penyadap lateks serta alat yang di gunakan benar-benar alat yang sesuai fungsinya serta dalam pengolahn harus memperhatikan setiap proses pembuatan dengan baik agar tidak ada keslahan sedikit atau sekecil apapun.






Lampiran
                              




Lampiran

Contoh : Cara Pembuatan Sarung tangan Karet dari Lateks Alam Iradiasi
1. Aduklah lateks alam iradiasi atau bahan penggumpal pelan-
pelan sebelum proses pencelupan

2. Celupkan cetakan sarung tangan dalam bahan penggumpal, 
selama   15   detik,   angkat   dan   balikkan   cetakan   tersebut,
kemudian   celupkan   lagi   ke   dalam   lateks   alam   iradiasi
balikan dan ulangi dicelupkan ke dalam latek alam iradiasi.

3. Kemudian letakkan cetakan lateks alam iradiasi tersebut di 
lantai dan biarkan hingga kering sendiri.

4. Setelah kering dilepaskan sarung tangan dari cetakan.

5. Rendam sarung tangan tersebut ke dalam air bersih 17 jam, 
atau direbus selama 1 jam, kemudian cucilah sampai bersih.

6. Jemur  sarung  tangan sampai kering  dan kemaslah  dalam 
kantung plastik, selanjutnya siap dipasarkan












DAFTAR PUSTAKA

Anonimous 2010: Http://www.Depperin.go.id (online)Diakses tanggal 12 november 2011
Ariani, D. W., 2005. Pengendalian Kualitas karet. Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Biro data Statistik Perkebunan Indonesia, 1990

Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, 1995. Petunjuk Teknis
            Pengolahan karet, Jakarta.

Eriyatno, 2003. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB
Press, Bogor.

Evans, J. R and William M. L., 2005. The Management and Control Quality.
South-Western. Ohio.

Fauzi, Y., 2003. karet, Budidaya,Pemanfaatan Hasil & limbah, Analisis
Limbah dan Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta..

Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi pengolahan kaert. UI Press, Jakarta.

ANONIMOUS 2011 Hasil akhir dari pengolahan karet online
diaksest tanggal 20 desember 2011W

Tidak ada komentar:

Posting Komentar